Pendapatan OKE, Pelayanan MEMBLE!!!
Otonomi Daerah, banyak orang yang belum
paham apa itu otonomi daerah .. ya, otonomi daerah adalah hak, wewenang dan
kewajiban daerah otonom untuk mengatur serta mengurus sendiri urusan
pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan ini dicantumkan didalam UU No
32 tahun 2004.
Dengan dibentuknya otonomi daerah,
pemerintah daerah beserta seluruh lapisan masyarakat yang ada di daerah
tersebut diberdayakan secara optimal. Melalui otonomi daerah inilah, daerah
diberi kewenangan seluas-luasnya untuk mengelola daerahnya masing-masing, baik
dalam mengelola sumber daya alam maupun sumber daya manusia. Tujuan
dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah adalah memberdayakan masyarakat.
Artinya, bahwa setiap anggota masyarakat diberikan kesempatan untuk
berpartisipasi dalam pengelolaan dan pembangunan daerahnya masing-masing.
Bentuk partisipasi masyarakat dalam mengelola dan membangun daerah sangat
beragam sesuai dengan kemampuannya masing-masing, di antaranya dapat berupa
membayar pajak tepat pada waktunya, melaksanakan berbagai peraturan daerah dan
memberikan berbagai masukan dalam berbagai perumusan kebijakan publik yang akan
diberlakukan kepada seluruh masyarakat.
Dengan adanya partisipasi masyarakat
secara langsung dalam berbagai bentuk perumusan kebijakan publik akan berdampak
positif pada masyarakat yang bersangkutan. Hal ini dikarenakan masyarakat akan
turut bertanggung jawab terhadap berbagai kebijakan publik yang dikeluarkan
oleh pemerintah daerah setempat, karena mereka dilibatkan secara langsung dalam
perumusannya. Jadi tidak ada lagi perasaan atau kesan, bahwa masyarakat tidak
setuju atau tidak tahu terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tersebut.
Untuk mewadahi dan memfasilitasi berbagai masukan dari masyarakat, sudah barang
tentu diperlukan keterbukaan dari pihak Pemerintah Daerah maupun Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah. Keterbukaan di sini dalam arti pihak eksekutif dan
legislatif daerah mau mendengarkan, menampung dan merumuskan pendapat atau
masukan masyarakat tersebut dalam kebijakan-kebijakan yang diambilnya. Jadi
bukan hanya sekedar di tampung, tanpa ditindaklanjuti lebih jauh.
Otonomi Daerah pasti sudah diterapkan di
setiap daerah, tidak ketinggalan juga di daerah tempat saya tinggal “Sidoarjo”.
Sidoarjo memang sudah menerapkan Otonomi Daerah dengan baik. Contohnya saja
penerapan parkir berlangganan di daerah Sidoarjo. Retribusi parkir berlangganan
ini banyak menyumbangkan pundi-pundi pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Sidoarjo.
Hampir tiap tahun, rata-rata program ini meraup pendapatan melebihi target.
Program ini memang sudah berlangsung sejak tahun 2006. Hingga tahun 2010,
parkir berlangganan telah meraup duit Rp 11.5 miliar. Realisasi pendapatan ini
hampir terwujud jika melihat target PAD yang mesti disetor sebanyak Rp 14
miliar pada tahun 2010. Dan kini, pada tahun 2012 targetnya meningkat hingga Rp
23 miliar.
Parkir berlangganan ini mulai diterapkan
Pemkab Sidoarjo sejak diterbitkannya Perda Nomor 1/Tahun 2006 tentang retribusi
parkir. Perda ini salah satunya mengatur parkir berlangganan, yakni penggunaan
pelayanan parkir yang di bayar secara berlangganaan. Retribusi ini di bayar di
muka. Biaya parkir berlangganan langsung dipunggut saat pemohon ber-KTP
Sidoarjo mengurus perpanjangan surat tanda nomor kendaraan (STNK) di kantor
bersama samsat Sidoarjo. Sesuai Perda ini, kendaraan roda dua dipunggut tariff
Rp 25.000/tahun, roda empat Rp 50.000/tahun dan roda enam Rp 60.000/tahun. Jika
mengacu pada Perda yang sama, mestinya biaya parkir berlangganan ini relative
sangat murah. Perbandingannya, karena jika tidak berlanggana, sekali parkir
sepeda motor dipungut Rp 1.000, mobil Rp 2.000 dan truk Rp 3.000.
Namun keberhasilan ini tidak diimbangi
dengan kualitas pelayanan. Faktanya, sejumlah pelanggan.. termasuk saya.. masih
tetap mengeluh karena juru parkir (jukir) tetap memungut biaya meski
jelas-jelas kendaraan sudah ditempeli stiker parkir berlangganan. Jukir
biasanya pura-pura tidak tahu saat memungut karcis, padahal di belakang atau di
depan kendaraan biasanya tertempel stiker parkir berlangganan.
Pemungutan karcis dobel menjadi salah
satu gambaran di antara masih MEMBLE-NYA pelayanan parkir berlangganan. Wajah
buram program ini juga tampak dari penataan area parkir berlangganan. Beberapa
areal bertanda parkir berlangganan justru tidak bisa dipakai parkir kendaraan
bermotor. Menurut pengamatan saya di lapangan, sejumlah areal parkir berubah
menjadi lahan parkir gerobak para PKL (pedagang kaki lima). Pemandangan ini
tampak di antaranya di titik areal parkir berlangganan depan Lapas Delta
Sidoarjo, Pasar larangan, dan tepi jalan depan eks gedung kantor Dinas Sosial
Sidoarjo, Jl. Sultan Agung Sidoarjo.
Tak hanya itu, areal parkir berlangganan
bahkan tidak Nampak sang jukir. Pemandangan ini tampak di tepi jalan depan
Pasar Larangan Candi. Jukir berseragam Dishub Sidoarjo justru banyak berada di
dalam areal pasar. Sementara tepi jalan kawasan pasar justru dijaga jukir tanpa
seragam resmi. Sejumlah tanda parkir berlangganan juga tampak terpasang
asal-asalan. Beberapa rambu sulit dipandang karena tersembunyi dalam rimbunan
pepohonan.
Dari uraian di atas, dampak dari otonomi
dearah memang bagus dalam hal ekonomi. Implementasi parkir berlangganan sangat
menunjang PAD Sidoarjo. Namun, alangkah baiknya kalo pelayanan yang diberikan
lebih ditinkatkan lagi. Selain itu, kebijakan-kebijakan yang sifatnya
menyangkut publik dilakukan lebih transparan. Dengan demikian adanya otonomi
dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengelola daerahnya
masing-masing, baik secara kualitas maupun kuantitas.
0 komentar:
Posting Komentar