TEGAKKAN KEADILAN DI DUNIA KAMI
(-,-)
Dunia Kependidikan
Pendidikan Profesi Guru (PPG)… ya sebuah
program baru dari Kementrian Pendidikan Nasional. Pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan, bahwa setiap guru harus menempuh pendidikan profesi guru. Hal ini
dilakukan dengan maksud untuk meningkatkan kompetensi pendidik. Hmmm.. menurut
informasi yang saya dapat, untuk menjadi seorang guru PNS harus mengantongi
sertifikat lulus PPG. Jadi PPG ini menjadi syarat sahnya.
Selain itu, untuk mengikuti PPG tidak
hanya diperuntukkan bagi lulusan sarjana pendidikan saja, melainkan bagi
lulusan sarjana ilmu murni juga diperbolehkan. Kebijakan itu diambil atas dasar
pertimbangan bahwa: “Jika lulusan ilmu murni memiliki potensi, dalam artian
ilmunya lebih tinggi dari pada sarjana pendidikan.. kenapa tidak boleh menjadi
guru.” Semata-mata tujuan kebijakan tersebut demi memajukan pendidikan di
Indonesia dan mewujudkan generasi cerdas dan rendahnya kualitas guru di
Indonesia saat ini.
Dengan melihat kebijakan pemerintah
tersebut saya kurang setuju, KENAPA??? APA YANG SALAH DENGAN KEBIJAKAN
PEMERINTAH ITU??? Memang tidak ada yang salah dengan kebijakan itu, TAPI… ada
banyak hal yang perlu dibenahi lagi. Pertama, kebijakan sertifikat PPG
dijadikan salah satu syarat untuk mendaftar CPNS, memang ini kebijakan yang
baik… namun, untuk mengikuti PPG ini perlu perjuangan yang sangat besar. Pasalnya,
untuk menempuh pendidikan profesi ini perlu merogok kocek yang dalam.
Berdasarkan dari informasi yang saya dapat, untuk mengikuti PPG ini membutuhkan
dana yang amat besar.. ya kurang lebih 10 juta.. angka yang tidak sedikit
memang. Hal ini seperti menyogok untuk menjadi PNS bukan!! Semisal, ada seorang yang baru lulus S1, ada
kesempatan untuk menjadi PNS tapi dikarenakan ia belum mapu menempuh PPG karena
biaya yang besar.. ia hanya bertahan menjadi guru honorer. Jika ia hanya
mengandalkan gaji sebagai honorer, mau sampai kapan uangnya terkumpul untuk
mengikuti PPG?? Berapa sih gaji seorang guru honorer?? Apalagi PPG tidak
dilaksanakan tiap tahun. Hilanglah kesempatan itu untuk dia. Berbeda dengan
seseorang yang memiliki latar belakang keluarga kaya, orang tuanya bisa dengan
mudahnya membiayai PPG tersebut. Padahal belum tentu yang kaya lebih
berkualitas. Lagi pila yang namanya PPg kan untuk meningkatkan kualitas guru,
jika tujuannya demikian kenapa diberatkan dengan beban biaya yang tidak
sedidkit?? Sama aja jika hal ini dinamakan “SOGOKAN”. Yang kaya PPG yang miskin melonggo. Memang
ada program bebas biaya bagi yang mengikuti PPG atau bisa disebut beasiswa
lah.. tapi kuotanya terbatas. Ingin mengikuti PPG saja pengorbananya masya
Allah, berat banget book.. belum nanti seleksi PNS dan tuntutan yang berat untuk
menjadi seorang guru.
Kedua, para sarjana non-pendidikan bisa
menjadi guru hanya dengan satu tahun.. ya, dengan hanya mengikuti PPG. Saya
rasa ini sebuah ketidakadilan bagi dunia kependidikan (guru). Pada hakekatnya
untuk menjadi seorang guru tidak hanya sekedar mengajar tapi lebih untuk
mendidik dan menguasai 4 kompetqnsi (pedagogik/berhubungan dengan pendidikan,
social, personal, dan profesional). Seorang sarjana pendidikan harus menempuh 4
kompetensi tersebut dalam waktu 4 tahun. Bagaimana mungkin hanya dengan 1 tahun
PPG para sarjana non-pendidikan PANTAS disandingkan dengan sarjana pendidikan??
Lalu apa arti sarjana pendidikan dan untuk apa jurusan kependidikan diadakan??
Bukan karena para calon sarjana pendidikan minder atau takut kalah saing dengan
sarjana non-pendidikan, tapi lebih pada hakekat pendidikan itu sendiri. Seorang
guru tidak hanya dituntut utuk mengajar tapi mendidik, mendidik dan mengajar
adalah dua hal yang berbeda. Setiap orang bisa mengajar, asalkan ada buku
panduan, tapi tidak untuk mendidik. Saya akui, secara ilmu memang sarjana
non-pendidikan lebih, tapi apa mereka tahu bagaimana membuat RPP (rencana
proses pembelajaran), memciptakan pembelajaran yang kreatif, inovatif, memahami
kerakteristik perkembangan peserta didik. Seorang guru adalah pendidik, sesuai
dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Pendidik
bukan pengajar yang hanya mentransfer ilmunya saja, tapi juga sebagai
motivator, dan fasilitator. Jika sarjana pendidikan harus
memahami hal-hal tersebut selama 4 tahun, apa adil mereka sarjana
non-kependidikan dengan PPG 1 tahun pantas disebut sebagai guru? Jika alasan
pemerintah adalah kualitas sarjana pendidikan, maka PPG merupakan jalan yang
seharusnya memperbaiki kekurangan yang ada, bukan MERAGUKAN KUALITAS sarjana
kependidikan di negeri sendiri. Karena banyak fakta dilapangan banyak guru yang
pandai dalam penguasan materi tapi ia kurang “pandai” dalam pembelajaran
sehingga banyak murid merasa tidak mendapatkan ilmunya. Jika kebijakan ini
tidak dikritisi lagi, apa bedanya PPG dengan akta 4? Guru-guru diangkat dari
sarjana ilmu murni yang tidak tahu hakekat pendidikan itu sendiri.
Ada
wacana bahwa guru-guru yang lulus PPG kelak jika menjadi PNS akan secara
langsung mendapat tunjangan sertifikasi. Lagi-lagi kebijakan yang justru memicu
“penyimpangan”. Adanya wacana tersebut memicu persaingan yang ketat untuk
mengkuti PPG dan menjadi PNS, maka tidak dipungkiri penyimpangan-penyimpangan
besar kemungkinan terjadi. Seperti yang sudah-sudah KKN (kolisi, korupsi dan
nepotisme), pastinya sudah banyak yang mendengar “PNS jalur uang” alias nyogok.
Seharusnya
pemerintah bisa menempatkan kebijakan ini ditempat yang seharusnya. Bolehlah
untuk mengikuti PPG harus mengeluarkan pengorbanan tapi bijaknya biayanya
jangan sebesar itu. Yang kedua, kembali pada hakekat PPG sebagai sarana
meningkatkan kualitas guru bukan meragukan potensi guru maupun calon guru
(sarjana pendidikan). Para sarjana pendidikan ditempa selama 4 tahun bukan
hanya untuk sekedar menguasai materi tapi mereka dituntut menjadi pendidik yang
profesional dan berkarakter, bagaimana mendidik peserta didik sesuai tingkat
perkembangannya. Jelas sarjana ilmu murni tidak bisa dibandingkan dengan
sarjana pendidikan untuk menjadi seorang guru.
0 komentar:
Posting Komentar